Senin, 09 September 2013

SEJARAH HIDUP TGH. MUHAMMAD ZAINUDDIN ARSYAD


Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Arsyad lahir sekitar pada tanggal 16 Rabiul Awal 1334 H (1909 M). di Mamben Lauk Lombok Timur Nusa Tenggara Barat, beliau wafat pada tanggal 30 Rajab 1413 Hijriyah atau bertepatan dengan 04 Februari tahun 1992 dan di makamkan di Desa Mamben Lauk, beliau di lahirkan dari perkawinan Tuan Guru Haji Muhammad Arsyad (Ayahnya) dengan Sakdah(Ibunya), Ia terlahir dalam kalangan lingkungan keluaraga yang agamis, yang kehidupan keluarganya amat sederhana, sedangkan ayahnya seorang tokoh agama yakni sebagai penghulu (Baca Sasak : Pengulu).



Nama kecil beliau adalah Muhammad Zainuddin dan berganti nama menjadi Haji Muhammad Zainuddin Arsyad setelah menunaikan ibadah haji. Yang mengganti nama beliau adalah ayah beliau sendiri, nama itu diambil dari nama ayahnya sendiri karena beliau ditunjuk sebagai penerus perjuangan ayahnya, dan beliau adalah anak bungsu yang lahir dari perkawinan Tuan Guru Haji Muhammad Arsyad dengan Sakdahbeliau bersaudara kandung delapan orang yaitu (1) Inaq Makenun, (2) H. Khalil, (3) H. Izzuddin, (4) TGH. Muhammad Zainuddin Arsyad, (5) GuruMakenah, (6Inaq Takrah, (7Guru Mamnun, dan  (8) Amaq Mulhiyah.
Ayahandanya yang dikenal dengan sebutan panggilan “ Guru Mu’minah ” dia adalah seorang muballig terkemuka yang membawa perubahan cukup besar di Desa Mamben Lauk, sedangkan ibundanya seorang yang salehah.

Sebagai seorang anak yang hidup dan tumbuh berkembang secara wajar, sebagaimana layaknya pertumbuhan anak-anak pada umumnya, pergaulan hidupnya di masa usia anak-anak, beliau selalu mencerminkan sifat-sifat yang terpuji, sopan dan santun kepada siapa saja, baik teman sebanya, orang remaja terlebih kepada orang yang lebih tua dari beliau, sehingga banyak yang menyayanginya, dan sikap kepemimpinan beliau telah terlihatdari sejak usianya masih kecil, di samping itupula beliau selalu di bimbing dan didik serta di tempa dengan sikap yang terpuji oleh keluarganya sesuai dengan tuntunan dan ajaran agama Islam yang di yakininya. Sejak kecil beliau terkenal sangat jujur dan cerdas, karnanya orang tua beliau memberikan perhatian khusus dan menumpahkan kecintaannya serta kasih sayang yang besar kepada beliau.

Adapun tentang silsilah keturunan beliau tidak bisa dikemukakan lebih terinci atau tidak dapat diuraikan secara utuh dan detail oleh penulis, karena dokumen dan catatan silsilah keturunan beliau ikut terbakar ketika rumah orang tua beliau mengalami kebakaran pada tanggal 11 Desember 1980. Dan sesuai pesan orang tua beliau untuk tidak membangga-banggakan diri dalam hal apapun sehingga penulis sangat kesulitan dalam mencari silsilah keturunannya, namun yang jelas bahwa silsilah keturunan beliau adalah dari garis keturunan yang terpandang pada Kerajaan Selaparang, penulis hanya mampu memaparkan dan mengungkap sebagian silsilah keturunan beliau, yakni dari silsilah keturunan Baloq Bone dan Raden Amir yang kerapkali di sebut dengan sebutan Raden Mamben oleh kebanyakan orang, yang makamnya terletak di wilayah Tegaron. Sementara KerajaanSelaparang merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berkuasa di Pulau Lombok yang terletak di Peresak Suela Lombok Timur, dan Kerajaan Seleparang ini berdiri ± Tahun 1357 M (Abad ke 13) nama rajanya yang pernah berkuasa, seperti  : Prabu Mumbul (Hindu Budha), Rangke Sari (Beragama Islam), Pangeran Prapen (Beragama Islam), Datu Seleparang atau Sultan Rinjani (Beragama Islam), dan Raden Mas Syayit beragama Islam. (Sumber : Peta Sejarah Kerajaan di Indonesia)

Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Arsyad didalam perkawinannya dengan Hj. Samhah Mukhtariyah (Almarhumah), beliau sangat menginginkan putra-putranya yang akan melanjutkan perjuangan beliau untuk mengembangkan dan menegakkan ajaran-ajaran agama Islam Ahlussunnah wal jamaah melalui Pondok Pesantren Maraqitta’limat yang beliau dirikan. Beliau hanya dianugerahi 1 orang anak perempuan dan enam orang anak laki-laki, tetapi anak perempuan beliau meninggal di usia balita, sedangkan anak-anaknya diantaranya adalah dr. H.Akmaluddin (Almarhum), Ir.Kamaluddin (Almarhum), Drs.TGH.Hazmi Hamzar, Drs. H.Mukram (Almarhum), H. Mashal SH,MMdan H.Ruhaiman, SE.

1.Sebagai Anak Angkat

Pada usia 4 tahun, beliau di asuh menjadi seorang anak angkat oleh Amaq Ismail (Bapak Angkatnya) dan Inaq Isah (Ibu Angkatnya), karena pada saat itu orang tua angkatnya belum di berikan karunia seorang anak oleh Allah SWT dari perkawinannya, sehingga orang tua angkatnya menganggap beliau sebagai anak kandungnya sendiri, keluarga angkatnya sangat begitu menyayangi dan mengasihinya dengan penuh segala rasa perhatian. Namun walau demikian bagi beliau selaku anak angkat tetap merasa lebih patuh dan hormat kepada orang tua angkatnya sendiri.

Meskipun beliau berada dalam buaian kasih sayang dari asuhan keluarga angkat, lalu tidak serta merta orang tuanya membiarkan beliau tanpa perhatian yang cukup, namun orang tua kandungnya sendiri juga selalu memberikan perhatian akan kasih sayang dan mendidiknya, karena orang tua beliau memiliki rasa tanggung jawab yang besar, sehingga orang tuanya sendiri berperan ganda, di samping sebagai seorang ayah yang menjadi tumpuan hidup dari anak-anaknya, juga sebagai guru beliau, dengan penuh perhatian dan didikan serta kedisiplinan dari ayahnya sehingga beliau terbentuk menjadi seorang yang sangat pandai dan cerdas serta memiliki sifat kejujuran, rendah hati, sopan dan santun, baik budi pekertinya, sehingga semakin nampak jiwa kepimpinannya walau beliau usia masih tergolong relatif muda hingga dalam usia 6 tahun.


Tuan Guru H.Muhammad Zainuddin Arsyad Menuntut Ilmu Di Makkah



Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Arsyad, sebelum melanjutkan studinya (Sekolahnya) ke tanah Suci Makkah Almukarramah, beliau belajar agama Islam pada  ayahandanya TGH. Muhammad Arsyad (Alm) dan pada tokoh agama terdekat di Desanya saat itu. Setelah beliauberusia 12 tahun, yaitu pada tahun 1341 H/1923 M, berangkatlah beliau ke tanah Suci Makkah Al-Mukarramah menuntut ilmu untuk memperdalam berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan Islam, beliau berangkat bersama ayahandanya yaitu TGH. Muhammad Arsyad (alm)Dalam satu riwayat di ceritakan bahwa di saat keberangkatan beliau menuntut ilmu di negeri Makkah, beliau di gendong oleh orang tuanya, sebab usianya masih terlalu muda untuk menempuh perjalanan yang sangat jauh.



Di negeri Makkah beliau di titipkan atau di pondokkan di tempat Syieh Ali Mukminah, dari saat itu pula beliau tinggal dan hidup bersama Syieh Ali Mukminah, perasaan kesendirian kerapkali terjadi pada diri beliau karena merasa jauh dari keluarga yang amat di cintainya.

Di kota Suci Makkah Al-MukarramahAyahandanya sangat selektif dalam mencari dan menentukan guru yang akan mengajar dan mendidik putra kesayangannya. Ayahandanya yakin bahwa guru adalah sumber ilmu dan kebenaran serta menjadi panutan bagi murid dalammembentuk pola pikir, berkeperibadian dan berperilaku dalam seluruh aspek kehidupan sehingga ilmu dan didikan yang diperoleh murid berguna dan bermanfaat bagi kehidupan baik di dunia dan di akherat.

Kemudian setelah itu ayahandanya menemui Syaikh Yasin Basyuni Bin Imam Syafi’i sebagai guru yang pertamanya, sedangkan Syaikh Yasin Basyuni Bin Imam Syafi’i merupakan keturunan dari Imam Syafi’i, selanjutnya TGH Muhammad Arsyad menyerahkan putranya Muhammad Zainuddin dan diangkat sebagai anak angkat yang paling di sayanginya. Di rumah ayah angkatnya beliau belajar sangat tekun dengan ulama’-ulama’ terkenal pada zaman itu.

Pada tahun 1928 M, beliau melanjutkan studinya (Sekolahnya) di  Madrasah Darul Ulum, Darul Ulum terletak di sebuah perkampungan yang bernama Jarwal, kurang lebih 1 kilometer dari Masjidil Haramyang pada saat itu Madrasah Darul Ulum di pimpin oleh Syaikh Salim Rahmatullah putra Syaikh Rahmatullah, pendiri Madrasah Darul Ulum. Madrasah ini adalah salah satu madrasahdari sekian madrasah yang ada di tanah Suci Makkah Al-Mukarramah, dan telah banyak menghasilkan dan mencetak ulama’-ulama’ besar di Madrasah Darul Ulum tersebut, dan di madrasah inilah beliau belajar berbagai disiplin ilmu pengetahuan agama Islam dengan sangat rajin dan tekun di bawah bimbingan ulama’-ulama’ terkemuka yang ada di kota suci Makkah waktu itu.

Karna di tunjang oleh tingkat kecerdasannya (IQ) yang sangat tinggi, ketekunan dalam belajardan kasih sayang serta keikhlasan kedua orang tua dan do’a restu dari para gurunya, beliau melanjutkan Studi (Sekolahnya) ke perguruan Asy-Syafi’iyah, Muhammad Zainuddin mengambil jurusan tafsir dan Ilmu Tafsir, dperguruan Asy-Syafi’iyah, di tempat perguruan inilah beliau memperoleh peredikat yang sangat memuaskan sehingga mendapatkan nama (Shadah Alimiyah) dari perguruan Asy-Syafi’iyah tersebut, di tempat Muhammad Zainuddin menuntut ilmu, dan gelartersebut yang diberikan oleh perguruan tempat belajarnya, gelar tersebut sangat layak dan pantas disandang oleh Muhammad Zainuddin, sebab pada usia 15 tahun, beliau sudah mampu menghafal 30 Juz isi Al-Qur’anul Karim, suatu prestasi yang jarang dijumpai pada saat itu. Keberhasilan beliau meraih prestasi yang tinggi ini pulalah yang menyebabkan beliau mendapat banyak pujian, baik dari guru-gurunya sendiri maupun dari kawan-kawan yang seangkatan dengan beliau dan pujian dariulama’-ulama’ terkemuka lainnya.

Di tanah Suci Makkah Almukarramah, beliau mengembangkan dan membina dirinya di bawah bimbingan asuhan dan didikan ulama’-ulama’ terkemuka di kota suci tersebut, sehingga beliau berhasil dengan gemilang menjadi figur ulama’ terpandang dan memiliki kharisma besar di Makkah Al-Mukarramah, karena memiliki bobot keilmuan yang tinggi dan mendalam.

Ulama’-ulama’ besar yang berjasa besar dalam mengajar dan mendidik beliau, khususnya di Makkah Al-Mukarramah sebagai berikut :

1.    Syaikh Yasin Basyuni Bin Imam Syafi’
2.    Syaikh Salim Rahmatullah
3.    Syaikh Rahmatullah
4.    Maulanasy Syaikh Ali Al-Falimbani
5.    Al ‘Allamah Asy Syaikh Muhammad Said Al Yamani

Sayang sekali penulis tidak dapat mengungkapkan dan menyebutkan secara keseluruhan nama-nama guru beliaukarena penulis kekurangan dan keterbatasan bahan refrensi dan belum ada satupun yang mengetahui tentang guru beliau secara lengkap, sewaktu beliau belajar di Makkah Al-Mukarramah, karena TGH. Muhammad Zainuddin Arsyad mengikuti wasiat ayahnya yaitu untuk tidak membangga-banggakan diri terhadap orang banyak.

Perlu diketahui, bahwa guru-guru besar beliau yang tersebut diatas, semuanya menganut paham Ahlussunnah Wal Jama’ah. Tegasnya tidak ada satupun yang menganut paham selain itu, seperti Mu’tazilah, wahabi, dan lain sebagainya.

Kenyataan ini membuktikan kebenaran ucapan dan pesan-pesan beliau kepada seluruh murid-muridnya yang sering disampaikan pada banyak kesempatan  “ Hati-hatilah mencari dan memilih gurujangan sembarangan memilih guru yang akan mendidik kita ”. Pilihlah guru yang memenuhi syarat, karena guru merupakan sumber ilmu dan kebenaran serta panutan bagi murid untuk mencapai kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. Syarat minimal bagi seorang guru adalah berbakti kepada kedua orang tua, taat kepada guru, berakhlaq baik dan memiliki kemampuan ilmu , inilah pesan beliau yang selalu di ungkapkan kepaada masyarakat.

Dengan uraian di atas, maka jelaslah silsilah serta sumber ilmu agama yang tumbuh danberkembang serta hidup subur di Pondok Pesantren Maraqitta’limat yang merupakan sumber jiwa dan semangat perjuangannya dalam membina umat dari sejak lahir (Usia dini), sekarang dan seterusnya adalah paham Ahlussunah Wal Jama’ah.

Selama beliau menuntut ilmu di tanah Suci Makkah Al-mukarramahdalam satu riwayat di ceritakan, bahwa beliau pernah suatu ketika di mimpikan oleh ibu angkatnya (Inaq Ismail) dan dalam mimpinya, beliau sedang asik-asiknya bermain layang-layang bersama teman-temannya, namun tetapi di tengah keasikan beliau bermain layang-layang, tiba-tiba layang-layang tersebut putus talinyaseketika tanpa sebab dan musababnya, kemudian layang-layang tersebut terbang sangat tinggi sekali, sehingga kejadian dalam mimpi yang di alami oleh ibu angkatnya tersebut, terus dan terusberulang-ulang kali hingga sampai tiga kali dimimpikan dengan mimpi yang sama dan serupa, saat itu pula rasa kehawatiran dan kegelisahan dari Ibu angkatnyapun muncul dalam benaknya, perasaan tidak tenang tak dapat di bendungnya lagi, sehingga kejadian tersebut di ceritakan pada suaminya (Amaq Ismail), kemudian Amaq Ismal menceritakannya kepada orang tua kandung beliau yakni Tuan Guru H.Muhammad Arsyad, kemudian orang tua kandungnya mengirim sepucuk surat kepada beliau dan menceritakan kejadian dalam mimpi ibu angkatnya tersebut, balasan surat dari beliau kepada keluarganya yang ada di Mamben Lauk, di ceritakan dalam suratnya bahwa baru saja beliau telah mengalami seuatu musibah yaitu beliau jatuh dari tangga bangunan yang bertingkat tinggi, tetapi dari kejadian tersebut beliau tidak mengalami luka yang parah, hanya saja badan beliau yang  merasa sakit.
Dari kejadian yang menimpa diri beliau, tidak menyurutkan semangatnya untuk menuntut ilmu di negeri Makkah Al-mukarramah, dengan semangat yang tinggi dan tekad beliau yang besar untuk menuntut ilmu, tanpa terasa beliau tinggal di tanah Suci Makkah sudah 20 tahun lamanya, sehingga sekitar pada tahun 1938 beliau memutuskan untuk pulang ke tanah air di mana beliau di lahirkan.

Kembali Dari Negeri Makkah

Setelah beliau kembali dari negeri Makkah, pada saat itu beliau masih tergolong remaja berusia sekitar 38 tahun, dan selama beliau berada di negeri Makkah menuntut ilmu, namun di samping untuk memeperdalam berbagai ilmu-ilmu agama islam, beliau juga memperdalam ilmu bahasa Arab, karena bahasa Arab juga sebagai bahasa pergaulan untuk berkomunikasi sehari-harinya dengan Orang-orang Arab, dengan penguasaan bahasa Arab yang cukup bagi beliau, sehingga sepulang beliau pun masih mempergunakan bahasa Arab sebagai alat berkomunikasi dengan keluarga dan tetangganya, hal ini di sebabkan oleh faktor kebiasaan beliau sehari-hari selama berada di negeri Makkah yang kerapkali menggunakan bahasa Arab sebagai salah satu alat berkomunikasi dengan penduduk setempat, maka tidak heran bila kebiasaan beliau terbawa sampai ke kampung halamannya, dalam satu riwayat di ceritakan bahwa beliau seringkali menggunakan bahasa Arab dalam melakukan komunikasi pada setiap orang yang bertemu dan berbicara kepadanya, melihat kondisi dari kebiasaan beliau membuat para keluarganya menjadi merasa bingung, karena dari sebagian keluarga dan sahabatnya tidak mengerti dari ucapannya, sehingga sebagian masyarakat tidak dapat berkomunikasi langsung dengan beliau, kebiasaan tersebut berlangsung sampai berbulan-bulan. Melihat kebiasaan beliau tersebutsebagian orang berpendapat dan menganggap beliau sengaja dan bahkan ada pula yang mengejeknya, namun tetapi atas ejekan dan cemohan orang terhadap dirinya di tanggapi dengan sikap dingin dan penuh kesabaran, bahkan beliau dengan ikhlas menerima cemohan tersebut, karena hal ini terjadi tanpa unsur kesengajaan dari beliau, dan menurut beliau hanyalah sebuah kebiasaan melakukan berkomunikasi sewaktu beliau tinggal di negeri Makkah yang cukup lama, setelah beliau tinggal satu tahun di Mamben, barulah komunikasinya dengan masyarakat setempat menjadi sedikit lancar.

   Setelah sekian lamanya beliau kembali dari Makkah dan menetap di Mamben Lauk, kegiatan beliau membantu orang tuanya memajukan Majlis Ta’lim yang di kelola oleh Ayahnya, karena pada waktu itu sang Ayah menjabat sebagai Penghulu (Tokoh Agama) yang di percayakan oleh masyarakat, melihat kesibukan sang Ayah, maka beliaupun mengabdikan diri sebagai gurumengajar membaca Al-Qur’an (Baca Sasak : Guru Ngaji), dan di samping itupula beliau juga meberikan ceramah-ceramah (Da’wah) tentang berbagai ilmu di bidang agama, sang Ayahpun sangat bersyukur atas kemampuan dari putranya yang memberikan ceramah-ceramah keagamaan terhadap anggota jamaah majlis ta’lim yang sedang di kelola ayahnya, yang sebelum kepulangan beliau dari tanah suci Makkah Al-Mukarramah, sang ayah sering pula di bantu oleh Tuan Guru yang berasal dari Daerah Masbagik untuk memberikan Ceramah-ceramah keagamaan kepada masyarakat Mamben Lauk.


Tuan Guru Muhammad Zainuddin Arsyad Sebagai Penyi'ar Agama


Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Arsyad adalah salah seorang tokoh penyi’ar agama Islam, beliau sebagai perintis pondok pesanteren, dan beliau juga sebagai perintis pembaharuan di dunia pendidikan melalui tangga pendidikan, serta beliau juga adalah sebagai pendiri Yayasan Maraqitta’limat yaitu salah satu organisasiIslam yang ada dari sekian banyak organisasi Islam yang ada dan tersebar di seluruh penjuru pulau Lombok ini. 


Tuan guru Haji Muhammad Zainuddin Arsyad merupakan salah seorang tokoh penyi’ar agama islam di tanah pulau Lombok, sebagai seorang penyi’ar agama untuk mengebangkan ajaranIslam beliau menggunakan metode da’wah dengan cara berdagang menyelusuri serta mengelilingi ke setiap pelosok-pelosok wilayah yang ada di pulau Lombok, disamping itu pula metode da’wanya yang sangat di kenal oleh masyarakat yang di datanginya adalah metode da’wah dari rumah ke rumah (Baca Sasak : Ngamarin).

Sedangkan strategi syi’ar Islam yang jalankan dan di terapkan oleh beliau, selalu menghargai adat atau kebiasaan masyarakat dalam suatu wilayah yang di datanginya, artinya tidak serta merta beliau langsung menghapuskan adat atau kebiasaan masyarakat yang kegiatan-kegiatannya bertentangan dengan ajaran agama, seperti kebiasaan-kebiasaan masyarakat meminum-minuman keras (Minuman Tuak), membunyikan alat-alat musik tradisional (Gamelan) Secara berlebihan, dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat lainnya, yang di lakukan ketika pada waktu-waktu sholat oleh masyarakat tersebut, karena pada saat itu masyarakat yang Ia datangi masih teramat jarang menjalankan Ibadah Sholat, bahkan sebagian besar masyarakat belum memahami tata cara tentang sholat. Beliau pada saat itu, untuk melaksanakan misi da’wahnya adalah masyarakat yang masih buta tentang akan ajaran-ajaran Islam, di samping itu pula keyakinan masyarakat masih begitu kuat dan kental pada kebiasaan-kebiasaan pelaksanaan adat Wettu Telu yang merupkan akulturasi pembudayaan dari agama Hindu, Budha dan Islam pada zaman sebelumnya, contohnya di Belanting, sembalun Lombok timur, Bongor Lombok Barat dan Bayan, Santong, Sidutan Lombok Utara, dan lain sebagainya.

Melihat kondisi adat dan kebiasaan masyarakat yang masih jauh dari ajaran Islam, beliau selalu mendekati tokoh-tokoh adat dan tokoh yang di segani atau di takuti oleh masyarakat setempat, terlebih  dahulu beliau menyampaikan tentang pemahaman ajaran-ajaran agama Islam kepada tokoh tersebut, kemudian beliau memulainya dari perkenalan agama Islam itu sendiri hingga sampai kepada ajaran-ajaran agama Islam yang mendalam, akhirnya dengan jiwa kesabaran dan sopan santun beliau di dalam menyi’arkan ajaran agama Islam kepada para tokoh-tokohnya, sehingga dengan perlahan-lahan kegiatan masyarakat tersebut yang masih bertentangan dari ajaran agamaIslam, lambat laun dan perlahan-lahan berkurang sedikit-demi sedikit, misalnya beliau membolehkanmasyarakat setempat membunyikan alat-alat musik tradisional berupa gamelan dan sejenisnya,tetapi di batasi sampai pada waktu-waktu sholat, barulah pada saat masyarakat berkumpul, kemudian beliau menyi’arkan dan berda’wah tentang ajaran agama Islam, hal ini di lakukan agar masyarakat lebih simpati pada beliau, terutama simpati pada ajaran-ajaran agama Islam yang di syi’arkan, artinya strategi da’wah yang kembangkan oleh beliau pada saat itu, menanakan rasa senang, suka dan simpati dulu terhadap masyarakat akan ajaran agama Islam, lalu kemudian setelah masyarakat merasa senang, suka dan simpati, baru beliau mengajarkan tentang berbagai ilmu agama Islam.

Di samping strategi da’wah yang di kembangkan oleh beliau, dengan sikap sopan, santun, rendah hati, dan menghargai adat dan kebiasaan masyarakat tersebut, sehingga tanpa beliau melarang dengan tegaspun masyarakat setempat menerima beliau, dengan rasa simpati kepada beliau, kemudian dengan leluasa memberikan da’wahnya untuk menyi’arkan ajaran-ajaran agamaIslam, satu riwayat yang di kisahkandi samping beliau membolehkan melakukan ritual-ritual adat dan kebiasaan masyarakat tersebut, dan beliau menuntunnya dengan perlahan-lahan dengan ajaran-ajaran agama, paling tidak beliau telah di beri ruang atau kesempatan untuk berda’wah, dan tidak kalah pentingnya sasaran da’wah beliau selanjutnya kepeda anak-anak mereka, karena anak-anak merekalah yang akan di didik, dibina untuk menjadi kader-kader pelanjut syi’ar agama Islam, dan agar anak-anak mereka tidak seperti mereka kelak di kemudian hari.

Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Arsyad, di samping beliau sebagai penyi’ar agama Islam, beliau juga berdagang ke berbagai pelosok untuk melaksanakan misi da’wahnya, strategi da’wah tersebut beliau sambilberdagang, kegiatan berdagangnya yang di lakoni oleh beliau, bukanlah tujuan utamanya, akan tetapi kegiatan berdagang yang di lakukan oleh beliau hanyalah menjadi alat media penyebar syi’ar da’wah Islam atau lebih tepatnya sebagai salah satu strategi pendekatan dengan masyarakat di masing-masing wilayah yang di datanginya, seperti di Sembalun, Sambalia, Obel-obel, Belanting, Lokok Aur, Anyar, Panggung, Sidutan dan lain sebagainya, adapun barang dagangan beliau seperti Garam Dapur, Kedelai, Bawang Merah, Bawang Putih, Cabe, Kapuk, pakian dan lain sebagainya.

 Kegiatan dalam berdagang, beliau membawa barang dari mitra usahanya kerap kali di sebut sebagai tempat mengambil atau membeli barang-barang yang di jualnya (Saudagar), seperti orang keturunan Cina dan Arab yang tinggal di Ampenan dan Cakranegara, beliau juga membeli barang dari masyarakat kemudian di jual di mitra usahanya tersebut, kegiatan dari berdagang seiring dengan kegiatan da’wah Islamiyah yang di sebarkan oleh beliau di berbagai pelosok daerah pulau Lombok inimemberikann danpak positif, sehingga di beberapa tempat yang di datangi oleh beliau selanjutnya di tandai dengan pendirian Mushalla, Masjid dan Lembaga pendidikan (Baca : Madrasah), hal ini dapat di lihat sekarang dari napak tilas perjuangan beliau yang pernah di lakukan selama hidupnya di berbagai pelosok.

Kegiatan berdagang yang di lakukan oleh beliau di kisahkan, di sekitar pada tahun 1941 sebagai awal beliau memasuki daerah wilayah lombok utara yang sering di sebut dengan wilayah dayan gunung, di awali dengan pertemuan beliau dengan seseorang yang bernama Bapak Andi Abdul Gani yang merupakan keturunan sukuBugis dari Makassar, yang bertempat tinggal di Desa Sukadana Kecamatan Bayan, Lombok Utara (Baca : Sekarang), pertemuan beliau dengan Bapak Andi Abdul Gani di wilayah Panggung Desa Selengen Kecamatan Kayangan (Baca : Sekarang), pada saat itu beliau sedang berjualan garam dapur, kemudian Bapak Andi Abdul Gani membeli garam kepada beliau, namun di saat tawar menawar harga, beliau tidak menawarkan dengan harga tinggi bahkan beliau menambah atau memberikan lebih kepada Bapak Andi Abdul Gani, selanjutnya pembicaraan antara beliau saat itu menjadi panjang lebar sehingga saling mengenal satu sama lainnya, pada akhirnya Bapak Andi Abdul Gani mengajak beliau untuk mampir dan berkunjung kerumah kediamannya yang terletak di gubuq Bangsal Telaga Bagek, dengan siapapun beliau bertemu selalu bersifat sopan, santun dan rendah hati, baik dalam hal berbicara dan bersikap, terlebih-lebih dalam berniaga (Berdagang) sehingga mereka menjadi cepat akrab dan bersahabat, karena beliau sering berkunjung kerumah Bapak Andi Abdul Gani, dari hubungan kegiatan jual beli atau berdagang antara beliau dengan Bapak Andi Abdul Gani, lambat laun menjadi hubungan Syi’ar Islam, kerena beliau di setiap perbicangannya selalu di selipkan nuansa-nuansa ajaran Islam dan Nasihat-nasihat agama.

Selanjutnya bila beliau datang kerumah Bapak Andi Abdul Gani, beliau selalu melakukan sholat berjama’ah di Masjid Panji Islam yang ukurannya sangat kecil dan sedehana tetapi masih layak untuk di jadikan tempat beribadah, yang di dirikan oleh orang tuanya Bapak Andi Abdul Gani yang bernama Bapak Andi Abdurahman, setelah sekian lamanya mereka bersahabat, baru di ketahui bahwa beliau seorang Tuan Guru, sehingga Bapak Andi Abdul Gani beserta masyarakat setempat, meminta beliau untuk memberikan ceramah-ceramah agama pada masyarakat, saat itu Bapak Andi Abdul Gani adalah menjabat sebagai seorang kepala kampung (Bahasa Bugis : Metue) kemudian beliau menyepakati permintaan masyarakat tersebut, namun tetapi beliau menyarankan dan berpendapat agar kegiatan ceramah, sementara jangan dulu di lakukan di tempat-tempat umum seperti di masjid atau di mushalla, melainkan di lakukan dengan cara berkunjung dari rumah ke rumah (Baca Sasak : Ngamarin), kerena tidak semua masyarakat yang ingin dan senang mendengarkan ceramah-ceramah beliau. Menurut beliau dalam hal ini bagi masyarakat “ Jangan sekali-kali merasa di paksauntuk memahami agama Islam “, lebih lanjut alasan beliau karena situasi dan kondisi belum mendukung, karena lingkungan masyarakat setempat, masih banyak meyakini keyakinan adat Wetu Telu masih begitu kental saat itu.

Kemudian setiap beliau datang ke kampung bangsal Telaga Bagek, beliau selalu berda’wah dan membawabarang dagangannya seperti Benang, Kapas dan pakaian berupa kain, terkadang juga kedatangan beliau kerap kali menginap di Labuan Carik Desa Anyar, sehingga pada masa itu Bapak Andi Abdul Gani selalu membantu beliau di dalam melakukan kegiatan-kegiatan da’wahnya di sekitar wilayah Bayan.

Sedangkan di dusun Panggung Desa Selengen Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara (Baca : Sekarang), beliaulah yang pertama kali mendirikan Musholla di tepi pantai, dalam pendekatan dan interaksinya dengan masyarakat setempat, beliau penuh kesederhanaan, sopan, santun sehingga masyarakat banyak berguru kepada mereka terutama sekali berguru agama, pada dasarnya kedatangan beliau pada awalnya adalah sebagai pedagang, tetapi lambat laun beliau banyak di kenal oleh masyarakat sekitar sebagai seorang tokoh agama yang patut di teladani.

Sementara, kegiatan berdagang yang di lakukan oleh beliau ke Sembalun, beliau pertama kali berdagang ke wilayah tersebut, dengan membawa barang dagangan berupa pakaian, baju dan kain serta alat-alat Sholat, saat itu Sembalun juga masih kental dengan keyakinan adat Wetu Telu, dan teramat jarang di temukan masyarakat yang melaksanakan Sholat lima waktu,  ketika beliau melihat keadaan sembalun yang masih begitu jarangnya masyarakat menjalankan Sholat lima waktu, beliau dengan pelan-pelan mendekati masyarakat untuk mengajak Sholat, tetapi masyarakat menolaknya dengan berbagai bentuk alasan, penolakan tersebut “ bagaimana kami mau sholat, sementara kami tidak mempunyai pakaian untuk sholat dan kami belum bisa melaksanakansholat ” . Mendengar jawaban yang di lontarkan oleh masyarakat Sembalun pada saat itu, kemudian beliau mengajarkan kepada beberapa orang tentang ilmu sholat dan memberikan pakain sholat, seperti sarung, baju, peci atau kopiah, mukna (Baca Sasak : Telkum) sedangkan pakaian-pakian yang di berikan kepada beberapa masyarakat setempat, merupakan barang dagangannya sendiritetapi begitu melihat keinginan masyarakat Sembalun untuk belajar sholat dan menggali ilmu agama, beliau rela walaupun mengalami kerugian secara ekonomi, dan menurut salah satu riwayat yang di ceritakan oleh H.Ibrahim kepada penulis, “ bahwa beliau seringkali membelikan pakaian sholat untuk masyarakat sembalun di toko Aikmel Lombok Timur “ , dan saya sendiri sering di ajak untuk ikut menemaninya berdagang, tetapi apa yang saya saksikan dan lihat saat itu, bahwa beliau tidak pernah mendapat keuntungan dari hasil berdagangnya, kalau tidak rugi, hanya modal yang kembali (Baca sasak : Pakpok).

Kegiatan syi’ar Islam yang di lakukan oleh beliau khususnya di wilayah Lombok Utara atau yang lebih di kenal dengan sebutan wilayah dayan gunung, di riwayatkan oleh Lalu Hasan B.A (Alm),salah seorang mantan Camat Bayan mengungkapkan kepada Penulis“ bahwa beliau sebenarnya mulai datang dan melakukan kegiatan berda’wah di Bayan dan sekitarnya, pada saat itu masa Kedistrikan Raden Kertapati “ beliau mulai masuk wilayah dayan gunung, namun tetapi beliau di saat itu di kenal oleh masyarakat luas di samping sebagai penyi’ar agama Islam (Mublaig) beliau juga di samping berda’wah juga sebagai saudagar (Berdagang), kegiatan da’wah yang di lakukan oleh beliau dari rumah kerumah, karena pada saat itu masih teramat jarang kita temukan adanya Musholla dan Masjid, di samping itu pula mayoritas masyarakat Bayan masih meyakini keberadaan adat yakni Wettu Telu.

Melihat perkembangan da’wah beliau semakin lama semakin berkembang di Bayan, suatu ketika masyarakat asli Bayan pernah mengungkapkan dengan nada mengancamnya, agar da’wahnya tidak berkembang luas, karena di samping beliau di kenal sebagai penyi’ar agama juga sebagai pedagang, maka masyarakat asli Bayan tidak mau melakukan hubungan jual beli barang berupa bawang merah terhadap beliau, pemberlakukan ini tidak hanya di tujukan kepada beliau sendiri, bahkan  terhadap siapa saja pengusaha yang berasal dari Mamben saat itu, dan juga kepada pengusaha yang sudah lama bertempat tinggal di Bayan, karena pada saat itu warga Mamben mayoritas menjadi pengusaha bawang merah, ancaman tersebut di sebabkan oleh kegiatan da’wahbeliau semakin hari-semakin berkembang, sehingga masyarakat asli Bayan beranggapanbahwa kegiatan da’wah beliau akan dapat merusak tatanan adat dan keyakinannya secara perlahan-lahan, namun tetapi ancaman tersebut tidak terjadi, dan kegiatan jual beli hasil bumi berupa bawang merah tetap berjalan sebagaimana biasanya, karena antara masyarakat setempat selaku petani saling membutuhkan satu sama lain yakni pengusaha (Saudagar). Dan merekapun berpikir, Kemana lagi bawang merah tersebut akan di jual, kalau tidak kepada pengusaha yang berasal dari Mamben, sejak saat itu pula kegiatan da’wah beliaupun semakin bertambah berkembang di Bayan, yang pada akhirnya orang tua saya berkeinginan menyerahkan sebagian tanahnya untuk di wakafkan sebagai sarana pendidikan menjadi Madrasah Ibtidaiyah Maraqitta’limat Anyar didirikan pada tahun 1969. Madrasah inilah yang pertama kali didirikan di wilayah Lombok Utara (Dayan Gunung), yang sekarang menjadi Madrasah Ibtidiyah Maraqitta’limat Anyar, yang berlokasi di sebelah kantor Camat Bayan.(Sumber Lalu Hasan, BA) .

Melihat perkembangan da’wah beliau di berbagai wilayah pelosok, seperti wilayah Mamben Lauk, seperti Dusun Tembeng, Bandok, Ladon, Lengkok, Lendang Karang, Orong Bukal, Lendang Belo, Orong Rantek, Tirpas, Sukereme, Penanggak, Mamben Daya, Gelumpang, Kali Bening, Renge, Bageq Longgeq, Ombe, Dasan Bembeq, Erot, Kalijaga, Suwela, Ketangga, Sapit dan lain sebagainya, kemudian di lanjutkan kedaerah Sembalun, Sajang, Sambalia, Belanting, Obel-Obel, Lokoq Aur, Anyar, Sukadana, Panggung, Sidutan, Sesait, Santong, Bongor dan sebagainya.

Mengingatkan kita akan perjalanan beliau dalam berda’wah di masing-masih pelosok daerah tersebut, bukan berarti perjalanan perjuangan beliau berjalan mulus, semulus kata-kata dan kalimat yang tersusun dalam buku ini, namun berbagai tantangan dan rintanganpun di hadapi oleh beliau, terutama tantangan dan rintangan dari orang-orang yang tidak suka dan benci terhadap perjuanganbeliau, bahkan adapula yang melempari beliau dan ingin berencana membunuh beliau, namun jiwa dan tekad yang bulat untuk menyebarkan Agama Allah SWT di pulau Lombok ini terus di lakukannya, sehingga semangat beliau semakin kuat dan tidak pernah gentar apalagi mundur setapakpun untuk menghadapi dan melawan segala rintangan yang terjadi, namun beliau dalam menyikapi dan mengahadapi  tantangan dan rintangan selalu di sikapi dengan sikap yang penuh bijak. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar